Penelitian pertama adalah terkait studi epidemiologi molekuler dari HIV diIndonesia. Sementara, penelitian kedua adalah mengenai deteksi resistensi obat antiretroviral (ARV) yang diberikan pada penderita HIV AIDS.
Prof. Dr. Nasronudin, Sp.PD.,KPTI-FINASIM selaku anggota tim peneliti menuturkan, penelitian terkait epidemiologi subtype HIV di Indonesia penting dilakukan karena transmisi atau penyebaran virus HIV di Indonesia adalah yang tercepat di Asia.
Mengingat, Indonesia adalah negara besar, dengan jumlah penduduk yang banyak dan terdiri dari sekitar 17.300 pulau yang tersebar dari ujung utara Sumatra hingga barat, Papua.
“Indonesia adalah negara yang besar dan terdiri dari banyak pulau. Sehingga, banyak pintu masuk ke Indonesia, demikian juga pintu keluar. Sehingga bisa terjadi orang luar masuk ke Indonesia dan menularkan virus HIV atau orang Indonesia ke luar negeri lalu mebawa oleh-oleh berupa virus HIV,” ujar direktur Rumah Sakit Unair (RSUA) yang akrab disapa Nasron, Rabu (25/9/2019).
Sementara itu, penelitian terkait dengan resistensi obat ARV penting dilakukan untuk mengetahui resistensi obat ARV pada tubuh pasien sebelum muncul gejala klinis. Hasil dari penelitian menunjukkan mutasi gen akibat konsumsi obat ARV diIndonesiabelum banyak terjadi.
Artinya, resistensi di Indonesia masih rendah, yaitu kurang dari 5 persen. Sehingga pengobatan ARV pada penderita HIV AIDS masih sangat efektif.
“Jadi disimpulkan bahwa mutasi masih sangat sedikit dan pengobatan ARV di Indonesia masih sangat efektif. Masih berpotensi untuk mengangkat kualitas hidup dari pasien baik pasien HIV atau ADIS,” ucap Nasron.
HIV AIDS Masalah Serius
Harapannya, hasil dari penelitian dapat digunakan untuk membuat obat-obatan untuk penderita HIV AIDS. Sehingga, Indonesia tidak perlu impor lagi dan bisa membuat sendiri dengan bahan baku yang tersedia di negara.
Mengingat, Indonesia setidaknya memiliki lebih dari tiga puluh ribu tanaman yang diantaranya adalah tanaman obat. Sehingga, akan sangat disayangkan apabila kekayaan tersebut tidak dapat diformulasikan dalam bentuk obat baik secara langsung ataupun tidak langsung.
“Memakai konsep ABGC. Yaitu produk akademis berupa hasil penelitian, dikomunikasikan dengan pebisnis agar diproduksi secara besar. Kemudian authorities (pemerintah, Red) melakukan regulasi sehingga neighborhood (masyarakat, Red) dapat menikmati,” pungkas Nasron.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Hari Pencegahan Bunuh Diri seluruh dunia diperingati mahasiswa dan dosen dengan menyalakan 1.000 lilin di halaman Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.