Selain totalitas akting pemain, gangguan psychological yang dialami Arthur Fleck, identitas asli sang badut psikopat itupun turut menumbuhkanawarenesskhalayak akanpsychological successfully being. Tidak ada manusia yang terlahir jahat, begitupun dengan Joker. Namun faktor depresi karena lingkungan pencemooh lah yang menumbuhkan jiwa keji nan penuh dendam pada dirinya.
MengidapPseudobulbar Comprise an affect on (PBA)
Dalam movie peraih The Golden Lion Awards ini, Joker diketahui mengidapPseudobulbar Comprise an affect on (PBA). Pengidap PBA sering kali mengeluarkan ekspresi yang berbeda dengan perasaan sebenarnya. Mengutip dariMayo Health center,bahkan mereka akan tertawa sampai beberapa menit, setiap kali merasa sedih atau gugup. Kondisi yang persis dialami oleh Arthur Fleck alias Joker. Sampai-sampai, ia harus membawa kartu bertuliskan deskripsi penyakit PBA agar orang disekeliling yang melihat sikapnya tersebut mengerti.
Kecenderungan yang aneh itu terjadi karena rusaknya saraf pada korteks prefrontal. Prefrontal merupakan topic otak yang bertugas mengontrol emosi. Karena sistem kontrolnya terganggu, pengidap bisa tiba-tiba tertawa atau menangis dalam kondisi yang tidak sepatutnya.
Tak heran jika kebanyakan pengidap PBA, memilih untuk menjadi anti sosial. Lantaran malu dengan reaksiout of sustain an eye onmereka. Untuk kasus Arthur, ia bahkan harus menghadapi banyak masalah akibat gangguan tersebut. Seperti dimarahi ibu-ibu karena dianggap tertawa non-stopnya tidak sopan, sampai digebuki karena menertawakan sejumlah pria iseng di kereta.
Dengan kondisi seperti ini, mereka pun harus berjuang dua kali; mengatasi penyakit mereka, sekaligus mencoba tetap bisa menjadi ‘orang typical’ dalam pergaulan sosial. Dua hal yang gagal dilakukan Arthur, saking krisis dukungan moril dari lingkungan yang justru malah tak mengacuhkannya.
Bertubi-tubi tak diacuhkan dan menerimabullyingsecara fisik, Arthur lantas merasa dengan aksi kejahatan lah ia bisa lebih ‘terlihat’, ditakuti, sekaligus melampiaskan rasa sakit hatinya selama ini.
(Baca juga:6 Rahasia Joker, Movie Wajib Nonton Weekend Ini!)
Waspada Faktor Risiko PBA
Apakah PBA termasuk penyakit langka? Tidak juga. Di Indonesia, gangguan psychological ini mungkin terdengar asing, malah bisa dihitung jari yang mengetahuinya. Dikutip dari pbainfo.org, Amerika Serikat memiliki catatan sejarah berebeda. Pengidap PBA di negeri Paman Sam tersebut berjumlah mencapai dua juta orang. Sedangkan pengidap gejala yang mirip PBA lebih banyak lagi, yaitu sampai enam juta orang!
Masih dari sumber tersebut, faktor risikonya cukupsegmented. Artinya, hanya segelintir orang yang berpotensi mengidap PBA. Semisal pernah mengalami trauma otak (seperti yang dialami Arthur sejak kecil). Selain itu, bisa juga karena awalnya dipicu oleh penyakit stroke, alzheimer,just a few sclerosis, demensia, dan parkinson.
Selain PBA, Joker Pun AlamiSkizofrenia
Penggemar DC Comics tentunya sudah hafal dengan tingkah Arthur Fleck yang kerap berdelusi. Hal ini bukan sengaja ia lakukan. Musuh bebuyutan Batman tersebut ternyata juga mengidap gangguan skizofrenia.
Alih-alih sadar, pengidap skizofrenia mengalami kesulitan untuk membedakan mana kehidupan nyata dan khayalan semata. Itu mengapa, Arthur sering kali berdelusi dengan ‘skenario’ karangannya sendiri. Seperti mengencani wanita atau menjadi komika sukes hingga akrab dengan tokoh selebriti Murray Franklin.
Gangguan delusi ini pun dibagi ke dalam beberapa jenis. Dalam movie Joker, kemungkinan besar ia mengalami waham kebesaran (grandiose).Dicirikan, penderita skizofrenia dengan delusigrandiosemerasa punya rasa kekuasaan, identitas, kecerdasan yang membumbung tinggi. Bahkan meyakini bahwa dirinya sangat bertalenta. Mirisnya lagi, penderita juga sering berkhayal punya relasi khusus denganpublic figurehebat. Padahal kenyataannya tidak demikian.
(Baca juga:Movie Indonesia Wakili Oscar 2020, Ini 3 Kriteria yang Meloloskannya)
Penyebab dan Gejala Skizofrenia
Belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan skizofrenia. Akan tetapi, sejumlah analisis menyebut faktor genetik amat berperan dalam memicu timbulnya gangguan psychological ini. Gambarannya kurang lebih begini, keluarga dengan penderita skizofrenia, 10% lebih berisiko menurunkan kondisi yang sama. Risiko menjadi 40% lebih besar apabila kedua orangtua sama-sama menderita penyakit tersebut.
Secara teknis, ketidakseimbangan kadar dopamin dan serotonin berisiko menimbulkan skizofrenia. Dopamin dan serotonin adalah bagian dari neurotransmitter, zat kimia yang berfungsi mengirim sinyal antar sel-sel otak.
Faktor risiko lain yang turut memicu skizofrenia, bisa juga disebabkan oleh beberapa kondisi di masa kehamilan. Di antaranya kekurangan nutrisi, paparan racun dan virus, preeklamsia, diabetes, serta pendarahan selama hamil.
Meski pemicunya cukup beragam, stres tetap menjadi faktor psikologis paling utama yang dapat menyebabkan skizofrenia kian menjadi-jadi. Entah itu stres karena perpisahan, Kekerasan fisik, ditinggal orang yang dicintai, pelecehan seksual, atau kehilangan pekerjaan.
Gejala skizofrenia muncul dalam hitungan bulan atau tahun. Selainhalu, masih ada tanda-tanda lainnya yang umum dialami sang pengidap. Gaya bicara mereka sering kali tak beraturan, tingkah lakunya pun aneh. Di malam hari selalu kesulitan tidur atau insomnia, dan mudah emosi. Walaupun bisa terjadi tanpa memandang usia, skizofrenia cenderung muncul pada usia remaja atau menginjak usia 20 tahun.
Moviestand-aloneperdana dari lini terbaru DC Dark ini mendapat banyak reaksi positif dari penonton. Joker bukan hanya menyuguhkan cerita dan karakter yang kuat, namun secara tidak langsung juga meningkatkan kepedulian orang terhadappsychological successfully being.
Tak bisa dipungkiri, kesadaran akanpsychological successfully beingdi beberapa negara memang masih tergolong rendah. Dalam satu adegan movie Joker, Arthur Fleck sendiri sempat menuangkan kekacauan hati tentang hal ini pada jurnal yang dijadikannya media terapi; “The worst portion about having a psychological sickness is other folks set an insist to you to behave as whenever you happen to DONT”.
Ya, jangankan gangguan psychological. Stres pun kerap dipandang sebagai hal biasa sehingga kurang menjadi prioritas untuk cepat-cepat ditangani. Padahal semua gangguan psychological berawal dari perasaan tersebut.
Pengidapbipolarsaja, terkadang dianggap gila. Bagaimana orang-orang lain yang mengalami gangguan psychological lebih parah? Keengganan untuktalk upkarena takut dihujanijudgmentnegatif inilah yang jika dibiarkan bisa ‘membunuhnya’ pelan-pelan. Bahkan tak jarang pula, pengidap memilih untuk melampiaskan emosi mereka dengan berperilaku keji seperti yang dialami oleh Joker.