Film Livi Zheng sepi penonton dan dianggap alur ceritanya membingungkan.
Company Verbal substitute Cinema 21 Catherine Keng mengatakan, movie itu tak turun layar bukan karena belakangan Livi Zheng sebagai sosok kontroversial yang ramai diperbincangkan. Namun sebabnya ialah tak laku.
“Beats of Paradisesudah tidak tayang. Pengurangan layar biasanya berdasarkan jumlah penonton,” ujarnya kepada reporterTirtopada Rabu (4/9/2019).
Catherine menjelaskan, sebelumnya movie Livi Zheng ditayangkan di 29 lokasi di Indonesia, sejak 22 Agustus lalu. Dia enggan menjelaskan berapa jumlah penonton movie itu di Bioskop XXI.
“Gak bisa, bioskop enggak bolehuncover, harus produser pemilik movie,” tuturnya.
Kami telah menghubungi Livi Zheng melalui tiga nomor ponsel berbeda untuk mengonfirmasi. Namun tak ada respons darinya.
Sepi Penonton & Alur Cerita Membingungkan
Diana, perempuan 40 tahun, membeli tiketBali: Beats of Paradisekarena penasaran. Sebab ia sering melihat iklan beberapa pejabat negara yang mempromosikan movie tersebut.
“Setiap hari, akulunchdi MKG [Mall Kelapa Gading] dan iklan Bali Beats tayang tiap hari di TV iklan yang ada di Mall tersebut,” kisah Diana saat ditanya reporterTirto, Rabu (4/9/2019).
“Ada tampang Jusuf Kalla, Tito Karnavian, dan lain-lain,” lanjutnya.
Akhirnya pada Selasa (27/9/2019), pukul 17.00, Diana memutuskan untuk menonton movie itu di Bioskop XXI Plaza Senayan. Dia kaget ternyata movie itu sepi penonton.
“Cuma 7 orang yang nonton di bioskop saat tayang hari ke-7 di Plaza Senayan,” ujarnya.
Diana mengaku susah menangkap alur cerita movie berdurasi sekitar satu jam itu. Menurutnya, living cerita berlompat-lompat. Terlebih yang membingungkan, kata Diana, mengapa dalam movie tentang gamelan muncul adegan Livi dalam movie.
Sedangkan Dinda, perempuan 23 tahun, tertarik menonton karena Livi Zheng ramai diperbincangkan di Twitter dan diliput media siber. Pengalaman Dinda serupa dengan Diana.
“Rada bingung [konsep ceritanya]. Soalnya mendadak pindah-pindah, dari gamelan, terus ke Livi,” kata Dinda kepada reporterTirtopada Rabu (4/9/2019).
Dinda memang hobi menonton movie, genre apa pun, sehingga saat melihat bioskop hanya diisi tiga orang, dia tak kaget. Namun kelamaan, Dinda merasa aneh dengan alur dan jalan cerita movie tersebut.
Mengapa Andalkan Promosi Pejabat?
Menurut kritikus movie Adrian Jonathan Pasaribu, suatu movie berhenti tayang di bioskop karena ada penghitungan matematis. Biasanya dinilai dari angka penjualan minimal kursi per pemutaran movie.
Biasanya untuk hari kerja, di dalam studio minimal terisi 30 persen kursi. Sedangkan untuk akhir pekan, minimal 60 persen.
“Nah, dengan penghitungan seperti itu, sebenarnya mau filmnya mendapatkan pemberitaan buruk atau jelek, pengaruhnya justru lebih ke kursi yang lebih terisi,” ujar Adrian kepada reporterTirto, Rabu (4/9/2019).
Contohnya, kata Adrian, movieKucumbu Tubuh Indahkukarya Garin Nugroho. Film tersebut, ungkap Jonathan, justru meningkat penjualannya setelah muncul kontroversi akibat dilarang tayang di Depok.
“Orang malah penasaran,” ucapnya.
Ini berbeda dengan Livi Zheng yang menurut Adrian, memang belum ada hal yang menjual ke publik. Livi Zheng tak punyafanbase, basis massa, dan penonton. Sebab Livi Zheng memakai beberapa pejabat negara untuk mempromosikan filmnya.
Adrian menjelaskan, setiap sutradara memiliki cara dalam membangun basis penonton tersebut. Misalnya dengan menata jenjang karier mulai dari produksi movie pendek, masuk ke competition, lalu komersial.
“Joko Anwar pun begitu awalnya. Lu butuh waktu untuk membangun basis penonton dan Livi tak punya itu,” tuturnya.
(tirto.identification –Sosial Budaya)
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Widia Primastika