Kebahagiaan dalam membangun sebuah rumah tangga yakni saling mengerti antara keduabelah pihak pasangan. Tidak sedikit sebuah korelasi akan menjadi hancur jawaban saling masbodoh dan tidak perhatian lagi ketika sudah mempunyai keturunan (anak). Dalam keyakinan Katolik kita sebagai anak anak Tuhan wajib saling menyayangi satu dengan lainnya, terutama bagi pasangan yang sudah menikah sebab mereka sudah menjadi satu atas dasar doktrin yang berpengaruh kepada Tuhan Yesus.

Tergerak menciptakan artikel ini sesudah beberapa menit yang kemudian ada salah satu teman Facebook membagikan artikel wacana korelasi antara suami istri yang hancur jawaban istri sudah tidak serasi lagi dengan sang suami. Hal ini bukanlah hal yang harus disembunyikan bagi teman yang sudah menikah sebab sebuah Keluarga akan terbangun baik apabila saling mengoreksi diri untuk memperbaiki bila ada yang salah dalam sebuah hubungan.
Berikut yakni kesaksian atau pertanyaan yang sampaikan oleh Chrisantus Rudi dari Semarang yang di tujukan kepada Alexander Erwin Santoso MSF.
“Romo Erwin yang terhormat, aku seorang suami. Usia ijab kabul aku tujuh tahun. Sejak empat tahun lalu, ketika anak pertama kami lahir, istri menolak berhubungn sesual dengan saya. Saya sangat sedih dan kecewa, alasan penolakannya sebab lelah dan merasa sakit pasca persalinan. Saya tak percaya dengan alasan itu. Akhir-akhir ini aku bersahabat dengan seorang perempuan, teman olahraga saya. Istri aku jarang berolahraga dan sering merasa tak sehat. Bagaimana kami bisa memperoleh kebahagiaan rumah tangga lagi ?”
Pertanyaan tersebut pribadi dijawab secara tuntas dan gampang untuk di mengerti semua orang, berikut yakni jawaban daro Romo Erwin yang sangat membantu saya.
Bapak Rudi yang baik. Saya prihatin dengan pengalaman keluarga Bapak. Pengalaman sesual yakni pengalaman orisinil dan natural dalam hidup perkawinan, sehingga bila pengalaman itu tak ada, maka perkawinan akan terganggu dan kesejahteraan akan berkurang, sebab pengalaman intm dihilangkan.
Saya mengajak kita semua membuka pikiran dan perasaan akan pentingnya kehidupan sesual bagi setiap pribadi yang menikah. Mereka yang menikah membutuhkan pengalaman sesual sepenting kebutuhan biologis lainnya. Jika ini tak ada, berarti ada sesuatu yang harus dipikirkan dan dibicarakan kedua pihak, sebab perkawinan pada hakikatnya yakni “mereka bukan lagi dua, melainkan satu daging (Bdk. Kej 2:24).
Kedagingan bukanlah dosa dalam perkawinan, sebab kesatuan badaniah ini justru menjadi hakikat pokok perkawinan. Mereka menikah sebab saling mengasihi dan kesatuan fisik ini sebagai puncak komunikasi. Betapa senang bila suami-istri memperoleh pengalaman komunikasi puncak dengan kesatuan tubuh dalam persenggmaan yang penuh cinta.
Ketika korelasi sesual tak ada, niscaya sesuatu terjadi. Sesuatu itu tak boleh dianggap lumrah dan boleh terjadi. Jika korelasi sesual tak terjadi sebab sakit yang diderita salah satu pihak, maka pihak yang lain harus menganggap pengalaman ini sebagai kedukaan atau sakit yang termasuk dalam kesepakatan perkawinan mereka. Akan tetapi bila bukan sebab sungguh-sungguh sakit, maka otomatis korelasi suami-istri sanggup terganggu.
Gangguan bukan sebab kebutuhan saja, tapi impian untuk bersatu itulah yang terganggu. Perkawinan yakni kesatuan antara cinta dan nafu. Tanpa keduanya maka bukan perkawinan. Cinta tanpa nafu yakni persahabatan, nafu tanpa cinta yakni perksaan, perznahan, atau pelacran.
Tuhan menganugerahkan kebutuhan bersatu dalam birhi para pasangan suami-istri (pastri) dimaksudkan untuk menjamin kedekatan dan cinta kasih keduanya. Betapa bergunanya korelasi sesual dalam semua seginya bagi pastri.
Meski pasangan sering beralasan sakit, lelah, atau stress berat akan sesuatu, tapi keengganan bekerjasama sesual tetaplah suatu masalah. Apalagi, Anda berdua masih muda dan dalam tahun-tahun perkawinan awal. Sangat tak masuk akal bila istri Anda mengatakan, tak bisa sebab rasa sakit. Jika benar sakit, maka beliau harus berobat dan membuka pintu penyembuhan.
Kebutuhan Anda bukanlah suatu usulan bagi istri, melainkan suatu kewajiban bagi Anda dan istri untuk menunaikannya. Jika terlalu usang berhenti berhubungan, maka hidup sesualitas menjadi terguncang dan abnormal. Paling tidak, aku memperkirakan bahwa selama ini Anda melaksanakan masturbsi untuk mengganti kebutuhan sesual terhadap istri.
Dalam kasus ini juga, malahan Anda mempunyai teman selingkuhn yang barangkali telah menjadi teman sesual juga. Tentu ini salah dan berdosa. Kisah Anda menjadi bukti bahwa kurangnya korelasi sesual bisa membawa dampak perselingkuhan yang parah, bahkan perceraian.
Bicaralah dengan pasangan wacana kemungkinan ini. Katakanlah dengan bahasa kasih, tulus, dan bahkan memohon pengertiannya semoga rumah tangga sanggup dilanjutkan dengan normal. Jika perlu, berkonsultasilah dengan seorang ahli, dokter, atau psikolog yang sanggup membantu Anda berdua. Semoga keadaan segera menjadi lebih baik. Tuhan memberkati.
sumber : majalah.hidupkatolik.com
Semoga artikel ini bermanfaat buat teman semua dalam membangun senuah rumah tangga, Ikut sertakan Tuhan dalam setiap problem yang di alami supaya Tuhan buka jalan bagi perkawinan sahabat. Sungguh sangat aku rasakan ketika kita sudah lebih int*m bersekutu dengan Tuhan maka Tuhan juga akan lawat Keluarga kita dari banyak sekali problem dan penyakit. Jangan berikan iblis masuk ke dalam kehidupan kita untuk merusak diri ataupun keluarga yang menjadi kebahagiaan kita ketika ini. Share artikel ini supaya menjadi berkat bagi Orang lain, Tuhan Yesus Memberkati. Sumber https://mastimon.blogspot.com